Minggu, 15 Februari 2009

Taking Responsibility

Tolong dikoreksi, jika judulnya kurang tepat.

Beberapa minggu lalu, saya menabung di sebuah bank. Mungkin karena awal bulan dan pada jam sibuk, suasananya begitu hiruk pikuk. Teller seperti tidak bisa bernapas, semua anggota tubuhnya bergerak secara otomatis dengan tetap berusaha mempertahankan standar pelayanan dengan berusaha senyum meski terkesan dipaksakan dan mengucapkan bahasa standar seperti selamat pagi, ada yang bisa dibantu, uangnya Rp sekian, terima kasih Pak....masih ada lagi yang bisa dibantu. Satpam membuka dan menutup pintu dengan tanpa henti karena begitu banyaknya orang yang masuk dan keluar. Begitu banyaknya orang membuat formulir setoran habis, pulpen untuk menulis pun yang biasanya diikat, entah siapa yang membawanya. hilang entah kemana. Semuanya seperti out of control.

Ditengah suasana crowded tersebut, Seorang pria berdasi, perlente, jelas ia mempunyai kedudukan tingi pada bank tersebut begitu terburu-buru membantu teller, kemudian ke tempat penyimpanan formulir, matanya begitu tajam memperhatikan apa yang kurang dan apa yang semestinya bisa ia lakukan. Tanpa segan ia meminjamkan pulpennya, mencari formulir. Situasi yang memanas perlahan namun pasti menjadi lebih dingin.

Entahlah, apakah pada bank tersebut suatu SOP yang menyebutkan jika suasasa crowded maka pejabat harus ikut repot, saya tidak tahu. Tanpa pejabat bank turun tangan pun sebenarnya suasana akan berangsur membaik dengan sendirinya. Satpam dan para frontliner pasti akan dapat mengatasinya meskipun tentu saja akan mengurangi level kenyamanan nasabah dan merugikan perusahaan dalam jangka panjang.

Perbuatan pejabat tersebut yang mau berepot ria membantu kesana kesini sekilas hal yang biasa dan wajar, bukankah kita harus saling membantu jika ada team yang sedang mangalami kesulitan. Wajar, karena hal ini sangat umum dan tidak ada keistimewaannya.

Namun, ketika ketika kita begitu teguh memegang SOP dan berprinsip elu2-guw2, perbuatan tersebut begitu mulya dan mengangkat derajat pejabat tersebut pada level diatas rata-rata. Ternyata kemulyaan itu begitu sederhana dan dapat dimulai pada hal-hal yang mungkin sepele bagi sebagian orang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar